Serba-Serbi di Musim Hujan

Jalanan sawit di Kongbeng

Kongbeng – Selama dua hari berturut-turut Desa Sidomulyo Kecamatan Kongbeng dan sekitarnya diguyur hujan cukup lebat. Berkah atau musibah, yang jelas kondisi seperti ini memiliki keuntungan dan kerugian. Pasalnya penjual air akan merasa rugi jika hujan lebat turun terus menerus, sumur-sumur para pelanggan berlimpah ruah penuh dengan air. Pelanggan tidak akan mengeluarkan kocek yang lumayan mahal, yaitu sekitar Rp. 60. 000 hingga Rp. 80. 000 untuk membeli air. Harga ini tergantung jarak tempuh menuju rumah pelanggan. Sebut AN, salah seorang penjual air yang namanya tidak mau dikorankan, ia terpaksa banting srtir jika musim hujan tiba, ia berjualan kecil-kecilan di rumahnya.

Sumur yang penuh dengan air di musim hujan sangat menggembirakan, kata salah seorang siswi SMP yang tinggal di Desa Sidomulyo (GN, nama minta disamarkan, red).

“Kalau jalanan becek masih bisa kita atasi, tetapi jika tidak ada air maka beban orangtua saya semakin berat” jelasnya. Tidak bisa dipungkiri air merupakan kebutuhan sekunder namun fungsinya menjadi krusial ketika banyak dampak negatif yang ditimbulkan jika tidak ada air” ungkap GN.

Sebagai contoh sederhana, aroma yang tidak sedap yang muncul dari kamar-kamar kecil (WC) yang tidak cukup air. Aroma yang tidak sedap dan keadaan kotor akan menimbulkan penyebaran bakteri-bakteri penyebab penyakit. Belum lagi harga yang cukup mahal, akan sangat berat bagi keluarga tidak mampu seperti keluarganya GN. yang orangtuanya sudah lama berpisah dan ibunya menjadi single parent membiayai ketiga anaknya.

Lain lagi bagi RS, salah seorang guru TK2D yang mengajar di salah satu sekolah di Desa Sripantun, jalanan yang berlubang dan becek merupakan keasyikan tersendiri.

“Bisa menaklukkan jalan berlubang, becek dan lolos menjadi hal yang luar biasa baginya, sebab tidak semua orang bisa melaluinya dengan mulus, bahkan ada yang sampai masuk rumah sakit karena luka tertindis sepeda motor” Cerita RS.

Banyaknya titik jalan berlubang dan becek ini disebabkan oleh truk-truk pengangkut sawit yang baru saja dipanen. Beban pada truk membuat tanah yang lembab dan basah karena hujan menjadi lebih mudah rusak. Kebetulan ada satu jalan yang rusak tepat di depan rumah RS. Orang-orang yang lewat jalan itu dengan susah payah melewatinya, hal ini sering diamatinya dan iapun tersenyum kadang tertawa sendiri menyaksikan berbagai kejadian di depan rumahnya itu.

Jalanan di tengah sesawitan menuju tempat LM bekerja ada juga yang kondisi lumayan parah dan licin jika dilalui. Jalan ini terpaksa harus tetap ia lewati karena jika ia lewat jalan poros jarak tempuh menjadi lebih lama dan panjang sehingga tidak bisa menghemat bensin. Dengan memakainya sepatu laras/boot, maka ia tidak enggan untuk menginjak becekan atau langsung nyemplung ke dalam kubangan daripada terpeleset dan terjerembab.

“yang penting punya tehnik menguasai kendaraan serta mempunyai perkiraan sejauh mana rusak atau parahnya jalan, bisa atau tidak dilewati” jelas LM.

Selagi masih bisa dilewati maka becek bukan halangan untuk tidak turun kerja, apalagi seorang guru, kurang bijaksana jika hanya karena alasan hujan dan jalan becek kemudian bersantai dirumah. Apapun kondisinya, berdebu di musim kemarau atau becek di musim hujan LM tetap turun mengajar meskipun terlambat, ia berpendapat bahwa apa yang terjadi di kelas guru khususnya, dan sekolah umumnya harus ikut bertanggung-jawab. Hal-hal negatif yang tidak diinginkan bisa saja terjadi apabila jam-jam siswa belajar dibiarkan kosong. Ungkap LM mengahkiri pembicaraan.
Citizen Journalisme Setyati editor Sismanto HS

0 comments