Memanjakan Anak?

Membahagiakan anak merupakan obsebsi terbesar orang tua dalam kehidupan rumah tangganya. Beberapa orang tua diantaranya ada yang rela memperkaya diri dengan cara yang tidak halal juga dilakukan karena ingin anaknya dapat menikmati kemewahan dan kebahagiaan yang didapat. Mereka tidak ingin melihat anak-anaknya merasa serba tidak berkecukupan dan mengalami nasib yang menyedihkan seperti yang pernah ia alami sebelumnya. Berjalan tertatih-tatih, makan hanya sekali sehari untuk menghemat pengeluaran, atau bila perlu mereka tidak makan supaya anaknya dapat makan terlebih dahulu, dan mereka belakangan.
Dalam kehidupan sekarang, bagi orang tua yang mapan secara financial membelikan sepeda motor dan atau barang mewah lainnya kepada anak-anak padahal mereka masih kecil yang belum waktunya memilikinya. Membuka tangan untuk anak-anak, bahkan memberi kepada mereka segala apa yang diinginkan, tanpa dapat menolak sedikitpun. Kita membelikan kendaraan sepeda motor itu adakalanya karena anaknya memang meminta dengan mendesak kepadanya, atau karena ayah memang ingin membebaskan diri dari banyaknya problem dalam rumah tangga, sedang ia ingin meletakkan problema-problema terhadap anaknya atau karena yang lain dengan jalan itu.
Jika hal ini terjadi, maka kita dapatkan orang tua semacam ini membentangkan tangannya dengan pemberiannya, padahal anak-anaknya itu hanya menghambur-hamburkan uang saja. Mereka hanya mempergunakan uang itu dengan hal yang sia-sia dan batil, yang menyebabkan mereka tidak lagi memperhatikan nilai uang dan tidak pandai dalam membelanjakannya.
Bagi orang tua yang sudah terlanjur membelikannya dan anak benar-benar telah intens dengan sepeda motor tersebut, maka orang tua perlu ekstra hati-hati dan memperhatikan anak. Karena, aka nada perilaku dan kebiasaan yang diperbuat anak mulai menuju jalan yang sedikit menyimpang. Kebiasaan-kebiasaan menyimpang itu dapat kita temukan, misalnya; anak-anak bergadang semalam suntuk, sering keluar rumah, menyakiti dan mengganggu orang lain karena seringnya membunyikan klakson keras-keras, atau membunyikan suara motor dengan keras dan terkadang ia mulai tidak masuk sekolah (mbolos). Bahkan, terkadang ia menjalin hubungan dengan teman perempuan amoral.
Jika kita tanya tentang kebenaran itu, anak-anak cenderung dan membuat alasan ini dan ini, kebohongan satu ditutupi dengan dua kebohongan lain. Apabila hal ini berlarut-larut akan semakin memperparah perilaku buruk anak-anak kita. Pendeknya, si anak berani melawan orang tuanya sehingga sulit untuk bisa dikendalikan apalagi dibimbing.
Dalam konteks sekarang ini adanya percepatan luar biasa dari dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Tiap hari, kita dengar lahirnya penemuan dan inovasi baru di bidang ini. Salah satu penemuan dan inovasi paling menonjol saat ini terkait dengan perkembangan jenis-jenis game. Anak-anak, selalu tersihir dengan munculnya aneka permainan game baru yang dilempar ke pasaran. Visualisasi pada objek-objek game saat ini memang sudah semakin mendekati objek aslinya. Sementara orang tua pun biasanya terkesan membiarkan anak-anak mereka bermain dengan game tersebut. Mengapa demikian?
Alasannya cukup banyak dan beralasan. Harga game di pasaran umumnya murah dan terjangkau. Kemudian, game-game tersebut secara umum dianggap mampu melatih penalaran bagi anak-anak. Alasan lain yang tidak kalah penting, jenis game dianggap tidak berbahaya bagi anak-anak. Berbeda dengan permainan-permainan nyata yang berpotensi mengancam fisik. Hanya saja, sebagaimana hasil-hasil karya manusia lainnya, game juga tidak lepas dari nilai-nilai negatif yang tersembunyi, terutama jika di sana terjadi penyalahgunaan.
Sebenarnya, tidak salah orang tua melakukan hal ini selama dirancang secara proporsional serta tetap menjaga nilai-nilai akhlak dan moral, tentu saja game tersebut sangat bermanfaat dalam rangka mengisi waktu luang anak-anak. Hanya saja, fakta menunjukkan bahwa kebanyakan game dirancang dengan mengeksploitasi sejumlah watak buruk yang ada pada diri manusia, yaitu masalah kekerasan. Jika kita meninjau pasar-pasar game komputer, kita akan mendapati bahwa game-game yang ditawarkan, ternyata didominasi oleh jenis permainan perkelahian dan pembunuhan.
Sebagai orang tua kita sadar bahwa dunia anak-anak adalah dunia kegembiraan, kepolosan, dan kebahagiaan serta dipenuhi dengan harapan dan impian yang manis. Namun, saat ini sebagian besar anak-anak merupakan makhluk yang terluka dan terzalimi. Kehidupan masa kecil yang seharusnya penuh keindahan, mereka lalui dengan kepahitan.
Begitu pula mendidik anak dengan dimanja dan hidup tanpa aturan, membiasakan anak hidup mewah, congkak, royal, dan bersuka ria. Akibatnya, anak tumbuh dan terbiasa dengan hidup mewah, egois, dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia tidak lagi mempunyai kepedulian terhadap orang lain, tidak pernah menanyakan tentang keadaan saudara-saudaranya sesama kaum muslimin, serta tidak ikut merasakan kegembiraan dan kesedihan mereka. Anak-anak seperti ini bukan saja tidak akan mau menerima nasihat dari orangtua mereka, bahkan juga tidak akan menghormati orangtua. Padahal, nasehat dan pengarahan dari orang tua adalah sebuah masalah penting bagi anak-anak.

Sengata, 16 April 2008

0 comments